BAB I
PENDAHULUAN
Kota Wonosobo yang terletak kurang lebih 120 kilometer dari Semarang sebagai ibukota propinsi, memang menyimpan banyak potensi wisata, baik wisata alam maupun wisata boga. Wisata alam yang dapat dikunjungi antara lain Candi Hindu Pendawa Lima yang dibangun pada abad kesembilan, kawah Dieng yang sampai sekarang masih aktif, Telaga Warna dan Telaga Balaikambang. Selain itu kita juga bisa menemui anak-anak berambut gimbal sejak lahir.
Sedangkan wisata boga yang ditemui juga tak kalah menarik. Di sana kita bisa menemui berbagai camilan khas Wonosobo seperti kacang koro, kripik jamur, dendeng, bahkan purwaceng (Pimtinella pruacen), yang dikenal sebagai obat kuat (viagra) lokal. Kemudian yang paling khas di Wonosobo adalah Carica. Carica adalah buah semacam pepaya, yang disajikan dalam campuran sirup, dan dikemas dalam botol serupa botol selai.
Buah carica ini masuk dalam keluarga pepaya. Bedanya, jika pepaya biasa lebih dikenal sebagai tumbuhan tropis yang memerlukan banyak panas dan matahari, maka carica termasuk keluarga pepaya yang hanya bisa tumbuh di tempat tinggi, memerlukan temperatur yang cukup dingin, dan banyak hujan. Kondisi tersebut sangat cocok dengan iklim Dataran Tinggi Dieng di Wonosobo. Nama latin buah carica ini adalah Carica Pubescens atau Carica Candamarcensis, atau kadang dikenal sebagai Mountain Papaya, atau di antara penduduk setempat dikenal sebagai gandul Dieng.
Menjadi petani buah carica tidak terlalu sulit, karena usia pohon carica yang relatif panjang, bisa sampai 20 tahun, bahkan lebih. Pohon carica yang saat ini dipanen oleh petani di Pegunungan Dieng sudah ditanam sejak tahun 1980an. Kurang lebih satu tahun setelah dipanen, pohon carica tersebut sudah bisa menghasilkan buah yang baik. Jika mutu buah sudah mulai menurun, biasanya setelah enam bulan, petani tinggal memangkas pohon tersebut. Dari pucuk-pucuknya akan tumbuh tunas baru yang segera menghasilkan buah yang lebih baik.
Dari hasil wawancara dengan para responden, diketahui sudah ada satu perusahaan yang memiliki hubungan kemitraan dengan agen dari daerah lain. Produsen lain hanya melakukan penyetoran carica kepada para agen dan toko secara berkala. Proses pemasakan carica oleh semua produsen adalah serupa, bahkan serupa juga dengan pemasakan buah lain dalam sirup, seperti buah salak, mangga dan nanas. Oleh karena itu, untuk bisa bertahan dalam bisnis tersebut, mereka bersaing dalam hal harga dan rasa. Karena kemudahan-kemudahan inilah, maka sampai saat ini di Wonosobo terdapat kurang lebih 20 industri kecil yang memproduksi buah carica.
Agar dapat memahami lebih mendalam mengenai buah carica dan buah-buah lain dalam sirup, maka tulisan ini akan memaparkan berbagai aspek kelayakan usaha, yaitu di tingkat petani dan produsen. Aspek kelayakan usaha tersebut akan meliputi aspek pasar, aspek teknis produksi, aspek keuangan, aspek sosial ekonomi dan dampak lingkungan. Di samping pemaparan analisis terhadap aspek kelayakan, akan disampaikan pula berbagai saran kepada semua pihak, terutama perbankan, yang berminat membiayai proyek ini. Tulisan ini berupa rangkuman dari hasil penelitian terhadap beberapa petani dan produsen buah carica dalam sirup di Pegunungan Dieng dan di Kabupaten Wonosobo.
BAB II
ASPEK PEMASARAN
Pengolahan buah carica menjadi buah carica dalam sirup sudah dimulai sejak tahun 1980-an. Bahkan di Wonosobo juga pernah berdiri PT. Dieng Jaya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri pengalengan buah-buahan agro (hortikultura) dan jamur merang (champignon), dengan jumlah pegawai antara 3200-3500 orang. Dengan produksi sekitar 1,5 juta ton jamur segar per tahun, PT. Dieng Jaya waktu itu merupakan produsen jamur terbesar di dunia. Bandingkan dengan total produksi jamur segar dari Amerika Serikat, Eropa dan Asia yang hanya sekitar 1,3 juta ton per tahun.
Akan tetapi karena terus menerus mengalami defisit sejak tahun 1995, akhirnya PT. Dieng Jaya berhenti beroperasi pada tahun 2003. Pengaruh penutupan PT. Dieng Jaya tidak hanya berpengaruh pada lebih dari 3200 keluarga karyawan yang mendadak kehilangan pekerjaan, tetapi juga pada sekitar 700 keluarga petani plasma yang bekerja sama dengan perusahaan ini menggunakan pola inti rakyat (PIR).
Setelah PT. Dieng Jaya tidak beroperasi lagi, para agen dan toko-toko yang menjual produk buah carica dalam sirup menjadi kesulitan mencari bahan pasokan. Permintaan pasar yang cukup besar ini kemudian ditanggapi oleh para produsen industri kecil di Wonosobo dan sekitarnya. Saat ini diketahui ada sekitar 20 produsen buah carica dalam sirup di Wonosobo. Sedangkan jumlah petani sulit diketahui secara pasti karena setiap petani di Pegunungan Dieng pasti memiliki pohon carica. Ini disebabkan karena pohon carica sangat mudah ditanam, berselang-seling dengan tanaman-tanaman lain seperti kentang, kacang-kacangan, dan lain sebagainya.
Permintaan komoditas buah carica di setiap pelaku usaha akan diuraikan selengkapnya pada bagian berikut ini.
2.1. Petani Carica
Permintaan buah carica yang dipanen oleh para petani carica berasal dari para pengusaha industri rumah tangga buah carica dalam sirup. Dari wawancara dengan para petani carica, rata-rata para petani carica dapat memetik 4-5 kuintal buah carica per minggu, yang dibagi dalam dua kali pengiriman kepada pelanggan. Rata-rata setiap petani memiliki 1-5 orang pelanggan tetap. Beberapa petani langsung mengirimkan buah carica tersebut kepada pelanggan, dan sisanya lebih suka menjualnya dulu kepada pengepul, tetapi jumlahnya tidak banyak. Ini disebabkan karena jika mereka menjual langsung kepada pelanggan, yaitu para produsen, harganya akan lebih tinggi dibandingkan jika mereka menjualnya melalui pengepul. Jika harga per kilogram buah carica dari petani adalah sebesar Rp.1.750,00, maka setiap minggunya rata-rata seorang petani bisa memperoleh pendapatan kotor kurang lebih sebesar Rp.700.000,00 sampai Rp.875.000,00. Jika si petani sudah memiliki mobil bak terbuka, maka untuk satu kali pengiriman, biaya yang diperlukan hanya sebesar Rp.150.000,00, yaitu untuk biaya kuli dan bahan bakar. Dengan demikian, setiap minggunya seorang petani bisa mendapatkan Rp.550.000,00 sampai Rp.625.000,00 per minggunya. Untuk waktu-waktu tertentu, harga per kilogramnya bisa naik menjadi Rp.2.000,00, sehingga pendapatan petani bisa lebih banyak lagi.
Yang unik adalah cara pembayaran para pengusaha kepada para petani. Kadang-kadang, pembayaran memang dilakukan secara tunai. Tapi di lain waktu, pengusaha ini membayar petani dalam bentuk pinjaman barang. Misalnya jika petani ingin membeli pupuk, bibit, atau bahkan lemari es dan parabola. Maka pengusaha akan menalangi pembelian terlebih dahulu. Setelahnya, para petani akan membayar cicilan dengan buah carica. Dasarnya hanya saling percaya, dan sejauh ini tidak pernah ada masalah. Salah satu hal yang mendasari pola ini adalah karena para petani belum mengenal bank. Dengan demikian, potensi menabung para petani ini sangat besar.
2.2. Produsen
Tidak semua produsen carica beroperasi setiap hari. Beberapa dari mereka hanya berproduksi dua atau tiga hari sekali. Hari-hari lain digunakan untuk memproduksi makanan lain yang juga merupakan makanan khas dari Wonosobo, seperti kripik jamur, kacang koro, dan lain sebagainya. Padahal dari wawancara dengan responden diketahui bahwa permintaan yang masuk cukup banyak. Dari hasil wawancara dengan responden yang cukup beruntung dapat berproduksi setiap hari, diketahui bahwa mereka dapat menghasilkan 1000 botol per harinya, dan tetap belum dapat memenuhi semua kebutuhan pelanggan.
Sebagai gambaran, salah seorang responden baru bisa menyediakan 450 box carica dari 2000 box yang sebetulnya dibutuhkan oleh pelanggannya dari Surabaya, yang memasok kebutuhan carica di Jawa Timur dan Bali (1 box berisi 12 botol carica). Kemudian secara rutin responden tersebut juga mengirim buah carica ke Semarang dan Yogyakarta, masing-masing dua kali dalam sebulan, sebanyak 100 botol, yaitu jumlah maksimal yang termuat dalam satu mobil box. Setiap bulan, responden tersebut juga masih harus memasok kurang lebih 20 toko yang ada di Wonosono dan sekitarnya, masing-masing kurang lebih 50 box per toko, di samping penjualan yang langsung dilakukan oleh pengusaha kepada pelanggan.
Sedangkan permintaan yang semakin meningkat menjelang hari raya sebanyak dua kali per tahun belum bisa terlayani. Demikian juga permintaan dari Jawa Barat dan Jakarta belum bisa terlayani.
BAB III
ASPEK TEKNIS DAN PRODUKSI
Pohon carica termasuk pohon yang mudah sekali ditanam dan dipelihara. Buahnya mirip pepaya karena memang berasal dari satu keluarga. Berwarna kehijauan, atau kekuningan jika sudah cukup matang, hanya saja bentuknya lebih kecil dari pepaya. Bedanya, buah carica tidak bisa dimakan langsung, karena daging buahnya banyak mengandung getah, sehingga rasanya pahit dan menyebabkan gatal di tenggorokan. Penduduk setempat menikmati buah ini dengan cara membelahnya menjadi dua dan mengambil bijinya untuk disesap. Karena rasanya yang manis, biji inilah yang nantinya akan dibuat sirup dan dapat memberikan rasa khas pada buah carica dalam sirup.
Pada bagian berikut akan diuraikan aspek teknis dan produksi dari dua pelaku, yaitu petani dan produsen industri kecil buah carica.
3.1. Tingkat Petani
Pegunungan Dieng di Wonosobo berada pada ketinggian ….. kaki dari laut. Selain pemandangan yang sangat indah, kondisi alam yang demikian sangat cocok dan ideal untuk menanam berbagai macam buah dan sayuran. Para petani memanfaatkan potensi ini dengan memanfaatkan setiap jengkal tanah untuk ditanami. Berbagai macam sayuran yang sulit untuk ditanam di tempat lain, sangat mudah didapati di pegunungan ini. Salah satunya adalah buah carica. Pohon carica terbanyak terdapat di Desa Sembungan Kecamatan Dieng Kabupaten Wonosobo, yang konon merupakan desa tertinggi di Propinsi Jawa Tengah.
Dari hasil penelusuran yang dilakukan tim penulis, tidak dapat diketahui secara pasti kapan pertama kali buah carica ditanam di pegunungan Dieng. Beberapa sepakat bahwa seorang ahli pertanian dari Australia yang membawa bibit tanaman itu ke Dieng. Beberapa lainnya berpendapat bahwa sebenarnya tanaman tersebut telah ada sejak berpuluh tahun yang lalu. Tapi yang jelas, tanaman tersebut mulai dimanfaatkan sejak tahun 1980-an.
Pemanfaatan buah carica dimulai ketika pada tahun 1980-an Dinas Perindustrian memberikan kursus cara pengawetan buah-buahan. Beberapa ibu rumah tangga menerapkan kursus tersebut dengan mencoba mengawetkan berbagai macam buah seperti salak, kedondong dan mangga. Akan tetapi hasilnya tidak begitu menggembirakan. Salah satu sebab utamanya adalah karena belum adanya teknologi yang mendukung pengawetan buah secara alami, sehingga akhirnya buah-buahan tersebut cepat busuk atau cita rasanya cepat berubah. Baru setelah mencoba pengawetan buah carica, diperoleh hasil yang memuaskan. Buah carica yang dikemas dalam botol bisa tahan sampai kurang lebih dua tahun. Sedangkan buah carica yang dikemas dalam gelas cup, bisa tahan sampai kurang lebih enam bulan. Tentu saja keduanya dengan catatan bahwa kemasan tidak rusak. Pernah dicoba untuk melakukan pengemasan buah carica dalam kaleng. Tetapi ternyata hasilnya sangat mengecewakan. Buah carica cepat busuk, dan merusak kalengnya.
Setelah menyadari potensi bisnis pengawetan buah carica inilah, maka sekitar tahun 1985, Ibu Piet Sumarto yang menjadi pelopor dalam bisnis ini, meminta para petani di Pegunungan Dieng supaya menanam pohon carica.
Karena kemudahan penanamannya, maka di pegunungan Dieng jarang terdapat satu areal tanah pertanian yang hanya ditanami pohon carica. Rata-rata pohon carica ditanam sebagai selingan penanaman kentang dan kubis. Hanya ada beberapa areal khusus yang ditanami pohon carica. Jika khusus hanya ditanami carica, maka untuk areal tanah pertanian seluas setengah hektar, dapat ditanami sekitar 3000 pohon carica, dengan jarak tanam 1-2 meter. Pohon tersebut dapat langsung dipanen pertama kali setelah ditanam kurang lebih selama satu tahun. Dan setelahnya rata-rata dapat dipanen dua kali seminggu. Selain itu juga dilakukan perawatan dengan menggunakan pupuk kompos/organic. Untuk areal seluas setengah hektar tersebut di atas, diperlukan sekitar lima ton pupuk. Pemupukan ini dilakukan 6-12 bulan sekali, tergantung seberapa sering pohon tersebut dipanen. Semakin sering dipanen, semakin cepat menurun jumlah dan kualitas buahnya. Setelah dipanen, buah carica juga tidak memerlukan tempat khusus untuk penyimpanan. Dengan demikian tidak diperlukan adanya biaya storage/pergudangan. Jika semua pohon sedang siap dipanen, dari 3000 pohon tersebut bisa diperoleh kurang lebih 4-5 kuintal buah carica masak.
Sementara terdapat kesediaan sayur dan buah-buahan yang sangat berlimpah di Dieng, maka petani hanya perlu membeli beras dan keperluan pokok lain untuk sandang dan perumahan. Karena itulah maka biaya hidup di Dieng masih cukup rendah. Dengan demikian, potensi tabungan masyarakat di desa ini sangat tinggi, mengingat selama ini belum ada BPR atau lembaga keuangan lain yang masuk ke desa ini. Padahal dengan memperhitungkan pendapatan yang rata-rata sebesar Rp.550.000,00 sampai Rp.625.000,00 per minggu dari penjualan buah carica (belum termasuk hasil penjualan buah-buahan lain), maka diperkirakan setiap minggunya para petani dapat menabung sebesar Rp.400.000,00 sampai Rp.500.000,00. Akan tetapi karena belum adanya fasilitas menabung tersebut, maka penduduk desa ini membelanjakan uangnya untuk barang-barang konsumtif. Sebagaimana dapat dilihat secara langsung, rata-rata petani di desa ini memiliki parabola. Kesukaan pada parabola ini disebabkan karena tingginya letak desa ini, sehingga pemancar televisi tidak dapat menjangkau.
Dari hasil penelusuran tim penulis, buah carica ini pernah diuji coba untuk ditanam di Malang Jawa Timur yang juga merupakan daerah dingin, dan hasilnya cukup menggembirakan. Akan tetapi karena adanya keterbatasan biaya, maka saat ini penanaman untuk sementara dihentikan.
3.2. Tingkat produsen
Jumlah buah carica dalam botol yang dapat diproduksi oleh para pengusaha industri kecil sangat beragam. Beberapa produsen bahkan hanya memproduksi buah carica selama beberapa hari dalam seminggu, diselang-seling dengan produksi makanan kecil lain yang juga merupakan ciri khas kota Wonosobo, seperti kacang koro, kripik tempe, dan lain sebagainya. Proses pembuatannya adalah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1.
Proses Produksi Pada Industri Pengawetan Buah Carica Dalam Sirup
No Kegiatan Keterangan
1 Pengupasan
1. Mayoritas pengupasan dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
2. Mengingat sifat buahnya yang sangat banyak mengandung getah, pada saat pengupasan sangat dianjurkan untuk mengenakan sarung tangan supaya tidak gatal (menurut keterangan para pekerja, getah buah tersebut sangat baik untuk mengobati kaki yang kapalan. Mengenai benar tidaknya keterangan tersebut, masih perlu dibuktikan dengan penelitian yang mendalam).
3. Setiap orang tenaga kerja mampu mengupas ½ kuintal buah per harinya.
2 Pemisahan buah dari bijinya
1. Setelah dikupas, biji buah dikeruk dan dipisahkan dengan daging buahnya. Biji buah inilah yang nantinya diperas untuk membuah sirup yang memberi cita rasa khas pada buah.
2. Biji buah ini berwarna hitam, dan di luarnya ada selaput putih yang membungkus seluruh biji. Biji dan selaput putih inilah yang disesap-sesap untuk menikmati buah carica secara tradisional.
3 Pemotongan
1. Setelah dipisahkan dengan bijinya, buah dipotong-potong dengan bentuk yang menarik dan supaya dapat dikemas dalam botol.
2. Biasanya bentuk yang dipilih adalah segitiga, dipotong mengerucut mulai pangkal buahnya.
4 Penggaraman dan pencucian
1. Pencucian buah dilakukan dua kali: pertama kali setelah buah selesai dikupas, dan kedua kalinya setelah buah selesai dikupas.
2. Pada kedua tahap pencucian tersebut selalu disertakan kurang lebih dua sendok makan garam. Gunanya adalah untuk menghilangkan rasa pahit yang berasal dari getah.
5 Pembuatan sirup buah 1. Sirup dibuat dari biji buah carica.
2. Caranya adalah :
a. Biji beserta selaput yang melapisinya dengan ditambah sedikit air diperas, sampai keluar cairan kental yang berbau khas buah carica. Pemerasan dapat dilakukan berkali-kali sampai aroma khas tersebut hilang.
b. Setelah diberi air dan gula pasir secukupnya, sirup tersebut direbus sampai mendidih.
c. Setelah mendidih, sirup yang sudah jadi harus disaring untuk dipisahkan dengan ampasnya.
6 Pengemasan
Setelah buah dipotong-potong dan dicuci bersih dan setelah sirup jadi, keduanya langsung dicampur dan dikemas dalam botol. Prosesnya adalah sebagai berikut :
1. Botol dan tutup yang akan digunakan terlebih dahulu dicuci bersih.
2. Kemudian panci/dandang berisi air yang akan digunakan juga terlebih dahulu dipanaskan sampai airnya mendidih.
3. Selanjutnya buah yang telah dipotong-potong terlebih dahulu dimasukkan ke dalam botol-botol.
4. Setelah itu, botol yang telah berisi potongan buah ditimbang.
5. Kemudian ditambahkan sirup sampai botol penuh dan dikukus selama kurang lebih 15 menit.
6. Setelah dikukus, botol diambil dari dandang, kembali dipenuhi dengan sirup, dan ditutup rapat-rapat.
7. Sedangkan proses pengawetan dilakukan dengan sederhana. Yaitu botol yang telah ditutup direbus di dalam panci bermulut lebar selama kurang lebih 10 menit. Cara pengawetan ini bisa membuat buah carica dalam sirup bertahan sampai kurang lebih 2 tahun.
8 Packing
Proses packing tidak langsung dilakukan. Setelah buah carica dan sirup dimasukkan dalam botol dan diawetkan, ditunggu dulu sampai sekitar 7 hari supaya sirupnya bisa meresap ke dalam buah, baru dipacking dan dikirimkan kepada pelanggan. Cara packing adalah dengan memasukkan botol-botol tersebut ke dalam kotak khusus. Setiap kotak berisi 12 botol. Buah carica dalam sirup siap untuk dikirim.
Sebagaimana telah disebutkan di depan, kecuali kemasan dalam botol yang harganya berkisar antara Rp.4750 sd Rp.5000 per botolnya, buah carica dalam sirup juga ditawarkan dalam kemasan cup plastik. Akan tetapi dalam kemasan ini buah carica hanya bertahan selama maksimal 6 bulan saja. Oleh karena itu harganya juga lebih murah, hanya sekitar Rp.2500,00 sampai Rp.3000,00 saja per cup-nya.
Dengan 15 orang tenaga kerja, setiap harinya dapat diproduksi 1000 botol buah carica. Perincian pembagian kerjanya adalah sebagai berikut :
1. 10 orang tenaga kerja (umumnya adalah wanita) bertugas mengupas, memotong-motong daging buah, mencuci dan menggarami, memeras bijinya dan memprosesnya sampai menjadi sirup, memasuk-masukkan daging buah yang telah dicuci ke dalam botol, menimbang, mengukus, dan merebusnya untuk sterilisasi. Total buah carica yang diproses adalah sebanyak 3-4 kuintal per harinya. 2 orang tenaga merupakan tenaga tetap dengan gaji Rp.400.000,00 per bulan. Dua orang inilah yang memegang resep pemasakan buah sirup carica sehingga menghasilkan cita rasa yang tinggi. 8 orang lainnya adalah tenaga kerja harian dengan upah Rp.15.000,00 per hari, dan bekerja 5-6 hari dalam seminggu. Baik tenaga kerja tetap maupun harian bekerja selama kurang lebih 8 jam, dari pukul 08.00 pagi sampai 16.00 WIB. Jika dihitung secara rata-rata, gaji pegawai tetap dengan upah tenaga harian ternyata hampir sama. Bedanya, setiap harinya tenaga harian bisa berbeda-beda orangnya.
2. 3 orang tenaga kerja laki-laki bertugas untuk melakukan persiapan seperti mengangkut buah-buah carica yang masih mentah, membeli minyak tanah untuk memasak, mempersiapkan kompor dan dandang-dandang atau panci-panci yang akan digunakan untuk mengukus dan merebus, menutup botol-botol yang telah diisi dengan daging buah dan sirup (proses ini memang harus dilakukan oleh laki-laki, karena supaya botol tertutup dengan baik diperlukan tenaga yang sangat kuat), serta untuk melakukan proses packing. Ketiganya adalah tenaga harian, dengan upah Rp.15.000,00 per hari, dan bekerja 5-6 hari dalam seminggu.
3. 2 orang tenaga laki-laki dipekerjakan sebagai tenaga driver yang akan mengirim buah carica kepada pelanggan. Keduanya adalah tenaga tetap, namun dengan mempertimbangkan senioritas, 1 orang diberi gaji Rp.550.000,00 per bulan, dan 1 orang lainnya diberi gaji Rp.400.000,00 per bulan.
Karena sifat tanaman yang sangat mudah dipelihara, alat-alat produksi yang sangat mudah diperoleh, serta proses pemasakan sampai packing yang sangat mudah dilakukan, maka kegiatan produksi tidak pernah menemui kendala yang berarti.
BAB IV
ASPEK KEUANGAN
Sebagaimana umumnya suatu perusahaan, kemampuan tim manajemen dalam mengelola keuangan sangat diperlukan supaya perusahaan tersebut dapat terus berkembang. Setiap rupiah uang yang berhasil dikumpulkan harus dapat digunakan seoptimal mungkin untuk pembiayaan dalam operasional usaha. Manajemen keuangan yang sederhana yang diterapkan oleh para pengusaha industri kecil pengawetan buah carica dalam sirup sejauh ini mampu mendukung perkembangan usahanya.
Dari beberapa usaha yang disurvei, ternyata ada yang telah menggunakan kredit bank, namun masih ada juga yang menggunakan modalnya sendiri tanpa bantuan kredit dari bank. Untuk mengetahui kemampuan petani dan pengusaha industri kecil dalam mengelola usaha ini, akan dilakukan analisis terhadap aspek keuangannya.
Analisis aspek keuangan ini diawali dengan menetapkan berbagai asumsi yang berhubungan dengan aspek pemasaran dan aspek teknis produksi sebagaimana telah diuraikan di atas, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan kebutuhan dana baik untuk modal kerja maupun investasi setiap kegiatan dalam usaha tersebut. Selanjutnya adalah mlekaukan perkiraan proyeksi laba rugi serta arus kas usaha.
Dengan mengetahui hasil analisis keuangan, yaitu net present value (NPV) dari setiap rupiah yang diperoleh pada masa datang, berapa lama masa payback periodnya, serta berapa besar tingkat benefit and cost rationya maka prospek pembiayaan usaha ini dikemudian hari akan dapat diketahui.
Bagi bank, analisis aspek keuangan ini akan menunjukkan seberapa besar kemampuan menabung oleh usaha tersebut dikaitkan dengan potensi kredit serta tingkat suku bunga yang bisa diberikan dalam kegiatan usaha ini.
Bagi investor baru yang ingin terjun pada usaha ini akan dapat mengetahui seberapa besar keuntungan yang akan diperoleh dari dana yang diinvestasikan dalam kegiatan usaha.
Asumsi Dasar
Asumsi dan parameter yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1.
Asumsi Dasar
No Asumsi
1
Aspek Pasar
1. Untuk masa depan, permintaan produk dianggap konstan dalam jangka waktu 5 tahun yang merupakan umur ekonomis proyek
2. Pertumbuhan jenis usaha yang sama diperhitungkan tidak ada (0%), atau tingkat persaingan besarnya tetap sama, sehingga volume produksi maupun penjualan dapat dipertahankan.
3. Tingkat persaingan di antara pelaku usaha sejenis tidak saling menjatuhkan harga jual produk
4. Tidak ada peraturan yang mengurangi kebebasan berusaha
2 Aspek Teknis & Produksi
1. Persediaan pohon carica tidak berkurang dan lahan tempat bertumbuhnya tidak tercemar limbah industri dan sampah
2. Kemudahan dalam penyediaan sarana produksi masih dapat terjamin
3. Harga pembelian sarana produksi diperhitungkan adanya kenaikan sebesar 5 % pertahun
4. Kerjasama produksi antara petani dan industri kecil setidaknya bisa dipertahankan seperti saat ini
5. Tidak ada gangguan terhadap kegiatan produksi yang disebabkan adanya kerusuhan, demonstrasi, dan lain sebagainya
3 Aspek Keuangan
1. Diasumsikan adanya kenaikan harga jual produk dan biaya produksi rata-rata 5 % pertahun yang dipengaruhi inflasi.
2. Suku bunga kredit perbankan tidak mengalami kenaikan dan diperhitungkan sebesar 1,5% perbulan menurun
3. Tidak ada penundaan pembayaran di antara pelaku usaha tersebut di luar kebiasaan yang selama ini terjadi.
4. Komposisi dana yang berasal dari modal sendiri dibanding dengan kredit bank tergantung kemampuan masing-masing usaha.
Kebutuhan Dana
1. Jumlah permintaan
Pada saat ini, dengan menggunakan modal sendiri serta dari hasil pemupukan modal, seorang produsen carica dalam kaleng dalam sehari bisa memproduksi 1000 botol. Dengan asumsi bahwa dalam sebulan hanya ada 25 hari kerja, maka jumlah produksi dalam setahun adalah sebesar 300.000 botol. Jumlah tersebut ternyata belum bisa memenuhi permintaan dari pelanggan yang hampir mencapai dua kali lipatnya. Jumlah permintaan pelanggan, jumlah produksi saat ini dan jumlah kekurangan produksi dapat dilihat pada tabel 4.2.
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa saat ini jumlah produksi yang dihasilkan baru bisa memenuhi separo dari permintaan pelanggan. Oleh karena masih ada permintaan dari pelanggan yang belum bisa dipenuhi sebesar 271.200 botol, maka pengusaha berkeinginan untuk menambah jumlah produksinya.
Tabel 4.2.
Jumlah Permintaan, Produksi Saat Ini Dan Kekurangan Produksi
Sumber : Data Primer
Keterangan : data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2
Setiap usaha membutuhkan dana yang dapat dibagi menjadi 2 (dua) golongan pembiayaan, yaitu biaya investasi dan biaya untuk operasional usaha (modal kerja).
Biaya investasi merupakan kelompok biaya untuk memenuhi kebutuhan pengadaan fisik usaha seperti lahan/tanah, bangunan, mesin dan peralatan, kendaraan untuk transportasi, perijinan usaha, yang semuanya itu secara akuntansi dimasukkan dalam pos-pos harta tetap yang umur ekonomisnya lebih dari 1 (satu) tahun.
Sedangkan biaya operasional (modal kerja) yang juga disebut modal kerja merupakan komponen biaya untuk pembelian bahan baku, bahan penolong, biaya tenaga kerja, biaya overhead pabrik (termasuk di dalamnya biaya listrik, pemeliharan dan penyusutan), biaya administrasi dan umum, biaya pemasaran serta biaya bahan bakar untuk transportasi.
Dalam analisis aspek keuangan kedua kelompok biaya ini dimasukkan sebagai dana atau investasi awal pada tahun ke-0 (nol). Di dalam proyeksi arus kas pada tahun ke lima atau tahun terakhir, sisa nilai buku dari harta tetap dan nilai modal kerja seluruhnya diperhitungkan sebagai salvage value yang menambah pos penerimaan usaha.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap para petani carica, ternyata nyaris tidak diperlukan biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi tidak diperlukan karena mayoritas petani tidak menanam pohon carica di suatu areal tanah pertanian secara khusus, melainkan berselang-seling dengan tanaman lain seperti kentang, dan lain sebagainya. Pada awal penanamannya mayoritas petani juga tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli bibit, karena telah didapatkan secara gratis dari pengusaha industri kecil pengawetan buah carica dalam sirup.
Demikian juga kredit modal kerja tidak diperlukan, bahkan bank dapat menghimpun dana tabungan dari masyarakat, karena saat ini belum ada bank yang dapat melayani para petani tersebut, sehingga kelebihan pendapatan mereka digunakan untuk membeli barang konsumtif.
Berdasar atas hal tersebut di atas, maka pembahasan analisis keuangan dalam bab ini hanya dilakukan di tingkat pengusaha industri kecil.
2. Biaya Investasi Industri Kecil
Analisis usaha industri kecil mengambil salah satu contoh pengusaha industri kecil pengawetan buah carica dalam sirup yang bertempat tinggal di pegunungan Dieng. Biaya investasi untuk satu unit usaha di tingkat industri kerajinan meliputi berbagai hal sebagaimana tertera pada Tabel 4.3. di bawah ini.
Tabel 4.3.
Investasi pada Industri Kecil Carica
No Jenis Investasi Nilai (Rp)
1 Lahan untuk memproduksi pengawetan buah carica dalam sirup 50.000.000
2 Bangunan permanen 25.000.000
3 Berbagai alat produksi (dandang, panci, kompor, dll) 10.000.000
4 Mobil box untuk pengiriman (2 unit) 120.000.000
Jumlah 205.000.000
Sumber : Data Primer
Sebagian dana tersebut di atas, yaitu lahan, bangunan permanent, sebagian alat produksi dan 1 (satu) unit mobil, bersumber dari modal sendiri karena selama ini belum pernah menggunakan kredit dari bank, maupun lembaga keuangan lain. Jumlah tersebut merupakan revaluasi harta tetap berupa tanah yang dimiliki dari pihak keluarga, di samping itu juga dari hasil pemupukan modal dari hasil kegiatan usaha.
Dengan adanya kebutuhan tambahan produksi sebesar 271.200 unit, maka pengusaha membutuhkan tambahan investasi untuk pembelian alat-alat produksi tambahan dan 1 (satu) unit mobil box sebagai penambah 1 (satu) mobil box yang telah dimiliki selama ini. Dengan demikian pengusaha memerlukan kredit dari bank sebesar Rp.70 juta.
3. Biaya Operasional / Modal Kerja
Untuk suatu kegiatan usaha diperlukan modal kerja yang digunakan untuk membiayai operasional usaha. Meskipun disebut modal kerja tidak berarti hanya bersumber dari dana sendiri, namun bisa berasal dari kredit bank atau sumber pendapatan lainnya. Berdasarkan kaidah akuntansi yang berlaku, fungsi dari modal kerja adalah untuk membiayai semua kegiatan usaha yang memenuhi masa/periode pemakaian kurang dari 1 (satu) tahun.
Kebutuhan modal kerja minimum tergantung dari berapa lama perputaran uang kas dari setiap usaha, sejak uang dikeluarkan hingga diterima kembali dalam bentuk kas.
Setiap usaha memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda-beda, sehingga kebutuhan modal kerjanyapun berbeda-beda. Untuk pengusaha industri kecil buah carica, kebutuhan modal kerjanya adalah sebagai berikut.
Saat ini, pengusaha baru bisa memproduksi 1000 botol carica per hari, atau sekitar 25.000 per bulan atau 300.000 per tahun. Sedangkan berdasar atas permintaan dari pelanggan, masih dibutuhkan sebesar 271.200 per tahun, atau sekitar dua kali lipat dari jumlah produksi saat ini. Bahan-bahan dan biaya yang diperlukan adalah sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4.
Kebutuhan Modal Kerja Industri Kecil Carica Selama 1 Tahun
No Bahan Kebutuhan (dalam ribuan rupiah)
1 Bahan baku & penolong 1.704.540
2 Tenaga kerja 135.000
3 Biaya umum (listrik) 3.000
4 Biaya operasional 22.800
Jumlah 1,865.340
Sumber : Data Primer diolah
Sesuai kapasitas produksi saat ini, pengusaha bisa menyediakan modal sebesar Rp.1.365.340.000,00 dari modal sendiri dan hasil dari pemupukan modal. Dengan demikian potensi kredit modal kerja yang dapat diberikan kepada pengusaha industri kecil kerajinan sebesar Rp.500juta.
Struktur Dana
Dari prakiraan kebutuhan dana baik untuk investasi maupun modal kerja di atas dapat diringkas struktur dana masing-masing usaha sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Struktur Dana
Keterangan Jumlah (Rp. Juta)
Total Investasi 205
Investasi 135
Kredit investasi 70
Total Modal kerja 1.876.140
Modal sendiri 1.376.140
Kredit modal kerja 500
Sumber: Data primer diolah
Jika dihubungkan dengan jumlah pengusaha di Kota Wonosobo dan diasumsikan sekitar 50% pengusaha belum memperoleh kredit dari bank, maka jika di Wonosobo terdapat 20 pengusaha, potensi kredit yang bisa diberikan kepada para pengusaha tersebut adalah sebesar Rp.700 juta untuk kredit investasi, dan Rp.5 milyar untuk kredit modal kerja, sebagaimana tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.6.
Potensi Kredit
Dalam jutaan rupiah
Jenis Kredit Jumlah kredit Populasi Total
Kredit Investasi 70 10 700
Kredit Modal Kerja 500 10 5.000
Sumber: Data Primer diolah
Sedangkan skim kredit yang digunakan dalam perhitungan analisis keuangan dari setiap jenis usaha diperlakukan sama yaitu :
Tabel 4.7.
Skim Kredit
Keterangan Uraian
Jenis Penggunaan
Jangka Waktu
Tingkat Sukubunga
Masa Tenggang
Cara Pembayaran Angsuran Pinjaman Modal Kerja dan Investasi
Masing-masing 5 tahun
18% pertahun - menurun
Tidak ada
Pembayaran Pokok pinjaman dan bunga secara bulanan.
Dalam analisa keuangan besarnya angsuran dihitung secara tahunan.
Besarnya angsuran pokok pinjaman, adalah tetap. Sedangkan besarnya bunga dihitung dari sisa pokok pinjaman tahun sebelumnya.
Proyeksi Laba/Rugi Usaha
Dari kegiatan yang dijalani, setiap unit usaha mempunyai kemampuan menghasilkan laba yang berbeda dan terlihat mampu membayar angsuran dan bunga pinjaman yang menjadi kewajibannya masing-masing. Kemampuan tersebut dapat dilihat dari perbandingan antara laba bersih (setelah dikurangi nilai bunga dan pajak) yang dihasilkan setiap jenis usaha pada tahun pertama dengan pembayaran angsuran pokok pinjaman.
Untuk pengusaha carica, laba bersih pada tahun pertama adalah sebesar Rp.474.172.000,00. Sedangkan jumlah angsuran yang harus dibayar atas kredit investasi dan kredit modal kerja yang diperoleh adalah sebesar Rp.114.000.000,00. Dengan demikian, rasio antara angsuran dan laba adalah sebesar 24,04%. Artinya, kesempatan pengembalian pinjaman selama 5 (lima) tahun sudah tepat demi kelangsungan usaha pengusaha industri kecil buah carica.
Selanjutnya, dari proyeksi laba/rugi juga dapat diketahui profitabilitas suatu jenis usaha yang dihitung dari rata-rata laba sebelum pajak per tahun, dibandingkan dengan rata-rata penjualan per tahun. Untuk industri carica ini, jumlah rata-rata laba per tahun sebelum pajak adalah sebesar Rp.803.146.670,00 dan jumlah rata-rata penjualan per tahun adalah sebesar Rp.3.307.090.300,00. Sehingga nilai profitabilitasnya adalah sebesar 24,29%.
Analisis Kelayakan Usaha
Untuk memastikan apakah suatu usaha itu layak diteruskan atau tidak perlu dibiayai, sangat tergantung dari prospek masa depan usaha tersebut.
Masa depan suatu usaha memang tidak bisa dipastikan, namun bisa diestimasikan. Untuk mengestimasikan masa depan, hal yang perlu diperhatikan adalah dalam penetapan berbagai asumsi yang realistis, baik asumsi mengenai kondisi pasar, aspek teknis serta aspek lainnya. Setelah asumsi-asumsi yang didasarkan dari pengalaman yang terjadi saat ini telah ditetapkan, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis aspek keuangan dengan memperhitungkan adanya perubahan nilai uang yang disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor pengurangan nilai uang dalam manajemen keuangan disebut Discounted Factor.
Perangkat analisis terhadap kelayakan aspek keuangan adalah sebagai berikut :
1. Net Present Value (NPV)
Adalah suatu suatu metode penilaian investasi dengan mendiskontokan aliran kas di masa depan dengan suatu discounted factor tertentu yang merefleksikan biaya kesempatan modal. NPV diperoleh dengan cara mengurangkan semua pengeluaran investasi awal dengan aliran kas bersih di masa depan yang dinilai sekarang (present value). Apabila diperoleh nilai NPV positif, maka dapat dikatakan bahwa proyek yang dinilai layak dibiayai atau diteruskan. Jika nilai NPV negatif, maka proyek tersebut tidak layak untuk dibiayai. Dari rencana proyeksi arus kas usaha industri carica selama 5 (lima) tahun, dan dengan tingkat suku bunga 18% per tahun, diperoleh hasil perhitungan NPV sebesar Rp.173.625.000,00. Hasil NPV tersebut adalah yang positif tersebut berarti bahwa usaha industri carica ini layak diteruskan dan dapat diberi kredit dengan tingkat suku bunga kredit 18% per tahun.
2. Internal Rate of Return (IRR)
Adalah suatu ukuran yang membandingkan nilai IRR dengan tingkat bunga atau tingkat keuntungan dari suatu investasi. IRR diperoleh pada suatu posisi di mana nilai NPV= nol.
Jika dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku bunga bank, maka proyek ini layak diberi kredit dengan tingkat suku bunga tersebut. Sebaliknya jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank, maka proyek dianggap tidak layak.
Selanjutnya dalam perhitungan IRR ini juga dilakukan suatu analisis sensitifitas dalam upaya mengantisipasi adanya perubahan pendapatan atau pengeluaran. Analisis sensitifitas ini dilakukan dalam 2 (dua) kondisi, yaitu :
a) Penerimaan tetap seperti rencana, tetapi pengeluaran bertambah sebesar 5 %. Dari kondisi ini diperoleh IRR-S1
b) Pengeluaran tetap seperti rencana, tetapi penerimaan berkurang 5 %. Dari kondisi ini diperoleh IRR-S2.
Dari arus kas selama 5 tahun yang direncanakan, maka diperoleh nilai IRR sebesar 29,89%, nilai IRR-S1 sebesar 23,60% dan IRR S-2 sebesar 22,06%. Dari nilai IRR tersebut dapat diketahui bahwa usaha industri kecil carica ini layak diberi kredit dengan tingkat suku bunga 18% per tahun, meskipun terdapat kemungkinan berkurangnya penjualan atau bertambahnya biaya-biaya pengeluaran. Akan tetapi disarankan agar bank tetap melakukan pemantauan secara rutin.
3. Payback Period
Sebagaimana dipahami, pemberian kredit kepada suatu usaha mempunyai resiko di dalam pengembalian kreditnya, karena adanya ketidakpastian di masa depan. Semakin lama jangka waktu kredit maka semakin besar resikonya. Semakin singkat jangka waktu kredit semakin kecil resiko yang dihadapi bank. Dalam menentukan jangka waktu kredit, sebaiknya bank tetap memperhatikan kemampuan calon debitur. Karena semakin singkat jangka waktu kredit, maka debitur harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar angsuran pokok pinjaman beserta bunganya pada suatu periode tertentu. Untuk itu, dengan melihat lamanya periode pengembalian investasi yang disebut dengan Payback Period serta likuiditas keuangan usaha debitur, maka pihak bank bisa memprediksi jangka waktu pengembalian kredit dan bunganya. Dari proyeksi arus kas akan dapat diketahui payback period serta kemungkinan lamanya jangka waktu kredit suatu usaha. Untuk industri kecil carica ini, payback periodnya adalah 40 bulan. Oleh karena itu, disarankan supaya diberi kredit dengan jangka waktu selama empat tahun.
Setelah memprediksi jangka waktu kredit, langkah selanjutnya perlu memperhatikan likuiditas keuangan yang dapat dilihat dari posisi Kas Akhir pada tahun bersangkutan dalam proyeksi arus kas dengan merubah jangka waktu kredit. Apabila posisi kas akhir tersebut lebih besar dari modal kerja permanen, maka kredit dengan jangka waktu tersebut dapat direalisasikan. Dari simulasi perubahan jangka waktu kredit, maka diperoleh kondisi keuangan usaha
Dari tabel tersebut di atas terlihat, bahwa dengan memperhitungkan jangka waktu kredit diperoleh nilai kas akhir pada tahun bersangkutan ternyata masih lebih besar dari kebutuhan modal kerja permanen. Di samping itu nilai IRR setiap usaha juga lebih besar dari bunga kredit, maka bisa disimpulkan jangka waktu kredit yang diberikan untuk setiap usaha bisa digunakan.
BAB V
ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN DAMPAK LINGKUNGAN
5.1. Aspek Sosial Ekonomi
Karena sifat buahnya yang bergetah dan rasanya yang asam, semula buah carica tidak disukai oleh penduduk. Akan tetapi setelah pada tahun 1980an, diketahui bahwa buah carica ternyata enak dimakan apabila diolah dengan cara yang tepat. Karena didukung juga oleh cara penanaman dan pemeliharaan yang sangat mudah, maka sejak saat itu banyak sekali petani yang menanam buah carica. Pada saat itu sempat berdiri sebuah pabrik yang dapat menampung sekitar 3500 tenaga kerja. Ketika pabrik tersebut tutup, ribuan tenaga kerja kehilangan mata pencarian, dan ratusan petani kehilangan pendapatan.
Akan tetapi karena permintaan buah carica dalam sirup masih cukup tinggi, industri kecil mulai bermunculan. Setelah mengetahui bahwa buah carica sangat reaktif jika menggunakan kaleng sebagai kemasan, maka mereka mengganti kaleng tersebut dengan botol. Ternyata berhasil.
Dengan demikian, buah carica dalam sirup ini kembali bisa memberikan lapangan pekerjaan kepada para penduduk di kota Wonosobo, termasuk pegunungan Dieng dan sekitarnya, baik yang berada di sektor pertanian maupun industri kecil.
Perubahan positif dalam aspek ekonomi ini akan semakin meningkat apabila pihak perbankan dapat berperan serta mengembangkan usaha-usaha tersebut, baik dalam hal pemberian kredit yang tepat guna, maupun hal-hal teknis lainnya.
5.2. Aspek Dampak Lingkungan
Sebagaimana diketahui, pohon carica sangat mudah ditanam, sehingga para petani di Pegunungan Dieng sering menanam pohon ini di pematang kebun, bersama-sama dengan tanaman pangan lain. Oleh karena itu, sebagaimana tanaman pangan lain, pohon carica sama sekali tidak mengganggu lingkungan.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Penutup
Sebagai penutup dari analisis terhadap usaha mikro, kecil dan menengah buah carica dalam sirup, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
1. Pelaku usaha yang terlibat dalam usaha ini adalah petani, pengepul dan industri kecil buah carica dalam sirup. Akan yang dibahas dalam buku ini adalah petani dan industri kecil, karena jumlah pengepul tidak terlalu banyak.
2. Sampai sejauh ini, daerah yang cukup berhasil menanam dan mengembangkan industri buah carica adalah di Pegunungan Dieng Wonosobo. Di daerah Malang juga pernah dikembangkan pertanian dan industri serupa, akan tetapi karena keterbatasan lahan, maka untuk sementara dihentikan.
3. Buah carica dalam sirup sangat diminati oleh masyarakat, khususnya di Jawa Timur, Bali, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Pengembangan ke Jawa Barat dan Jakarta belum dilakukan karena keterbatasan biaya.
4. Dari sisi aspek teknis dan produksi, tidak ada kendala berarti yang ditemui, karena pohon carica mudah ditanam dan juga mudah mengolahnya. Demikian juga ketersediaan bahan baku dalam jangka panjang memungkinkan industri ini semakin berkembang.
5. Ditinjau dari aspek keuangan, usaha ini menunjukkan hasil yang layak untuk dikembangkan, dengan tingkat suku bunga 18%, dan jangka waktu kredit antara empat sampai lima tahun.
6. Analisis aspek sosial, ekonomi dan dampak lingkungan juga menunjukkan bahwa usaha ini layak dikembangkan, karena selain bisa menciptakan lapangan kerja bagi penduduk sekitarnya, juga tidak merusak lingkungan, sebagaimana layaknya suatu tanaman pangan.
6.2. Saran
Sedangkan beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam rangka mengembangkan usaha ini adalah :
1. Pemerintah daerah diharapkan dapat lebih memperhatikan usaha ini, dengan cara-cara antara lain memudahkan perijinan dan memberikan bantuan teknis supaya usaha ini dapat lebih berkembang.
2. Buah carica dalam sirup yang dikemas dalam botol dapat bertahan antara 1,5 sampai 2 tahun, dengan cara pengawetan yang sangat sederhana. Oleh karena itu, hasil produksi ini dapat diekspor lebih jauh keluar daerah, terutama jika didukung oleh cara pengawetan yang lebih baik lagi.
3. Bagi pihak bank, usaha ini memiliki dua prospek, yaitu kredit dan tabungan. Kredit dapat diberikan kepada pengusaha industri kecil. Sedangkan produk tabungan dapat ditawarkan kepada para petani, sehingga dapat mengurangi perilaku konsumtif selama ini.
Lampiran 1
Perhitungan Analisis Aspek Keuangan
Dalam perhitungan analisis aspek keuangan lazimnya mengikuti suatu proses yang konsisten dan dapat dipertanggungjawabkan mengingat bahwa aspek keuangan ini merupakan penilaian terakhir dari suatu kelayakan proyek. Untuk memudahkan penulusuran perhitungan tersebut, dapat diikuti prosesnya sebagai berikut :
Diagram 1
Proses Analisis Aspek Keuangan
Penjelasan mengenai diagram :
1. Asumsi Dasar
Perhitungan analisis keuangan diawali dari berbagai asumsi yakni asumsi pasar, asumsi teknis produksi dan asumsi keuangan seperti dijelaskan sebelumnya.
2. Investasi
Dari asumsi-asumsi di atas disusun kebutuhan harta tetap yang diinvestasikan dalam setiap unit usaha. Selanjutnya diperkirakan besarnya sumber dana dari pengusaha serta kredit dari bank.
3. Modal Kerja
Selain dana untuk investasi juga diperlukan modal kerja untuk kegiatan operasional usaha. Kemudian diperkirakan besarnya sumber dana dari pengusaha serta kebutuhan kredit dari bank
4. Harga Pokok
Besarnya harga pokok disesuaikan dengan rencana produksi atau penjualan dari setiap usaha. Unsur-unsur yang digunakan untuk menghitung harga pokok berupa pembelian bahan baku dan bahan penolong, tenaga kerja langsung serta biaya umum pabrik.
5. Proyeksi Laba Rugi
Proyeksi laba/rugi dari setiap unit usaha dihitung secara tahunan dengan asumsi jumlah unit yang dijual tetap sama sesuai kondisi saat ini. Sementara itu untuk menghitung nilai penjualan, harga pokok penjualan serta biaya operasional lainnya diasumsikan setiap tahun ada kenaikan harga sebesar 5% yang dihitung dari tahun sebelumnya.
6. Proyeksi Arus Kas
Semua nilai yang terdapat dalam proyeksi laba/rugi merupakan dasar perhitungan proyeksi arus kas. Hanya biaya penyusutan harta tetap, tidak dimasukkan dalam perhitungan arus kas. Kemudian nilai investasi awal berikut modal kerja serta rencana pembayaran angsuran pinjaman disertakan dalam perhitungan ini.
7. Analisis Kelayakan
Analisa kelayakan yang digunakan hanya berupa Net Present Value (NPV) serta Internal Rate of Return (IRR) yang dihitung dari proyeksi arus kas.
Untuk menghitung besarnya NPV serta IRR digunakan kaidah yang berlaku, yaitu :
- Nilai penyusutan tidak dihitung
- Nilai angsuran pokok dan bunga pinjaman tidak dihitung
- Cash inflow atau penerimaan pada tahun terakhir ditambah dengan salvage value dari nilai sisa harta tetap serta nilai modal kerja awal.
Contoh perhitungan NPV dan IRR dengan program Microsoft Excel adalah sebagai berikut
a. Menyusun tabel cashflow dari proyeksi arus kas yang ada, misalnya:
A B C D E F G
1 Uraian Th.0 Th.1 Th.2 Th.3 Th.4 Th.5
2 Cash inflow 0 7.000 8.000 9.000 9.500 9.500
3 Cash outflow 10.000 4.000 4.500 5.000 6.500 7.000
4 Net Cash flow -10.000 3.000 3.500 4.000 3.000 2.500
5 Akumulasi -10.000 -7.000 -3.500 500 3.500 6.000
b. Untuk mencari nilai NPV, maka diketik =NPV(0.2,b4:g4) kemudian tekan enter di keyboard (angka 0.2 berarti tingkat sukubunga adalah 20%. Dari contoh ini akan diperoleh NPV = - Rp.252,65. Hal ini menunjukkan bahwa dengan tingkat sukubunga 20% atau 0.2 diperoleh NPV negatif, berarti proyek tidak layak jika diberi kredit dengan tingkat sukubunga 20%. Apabila tingkat sukubunga diganti dengan 0.15 atau 15%, maka diperoleh NPV= Rp.733.45 (positif, berarti proyek layak jika tingkat sukubunga kredit 15%).
c. Untuk mencari nilai IRR, maka diketik =IRR(b4:g4) kemudian tekan enter, hasil yang diperoleh IRR = 18,59%. Hal ini berarti tingkat sukubunga kredit yang bisa diberikan kepada proyek maksimum adalah 18,59% pertahun.
Untuk mengontrol hasil IRR tersebut benar atau salah bisa digunakan rumus NPV di atas dengan merubah angka 0.2 dengan 0.1859. Jika hasil NPV = 0 (atau mendekati 0, mengingat adanya pembulatan nilai IRR), maka berarti nilai IRR yang diperoleh sudah benar.
8. Rasio Keuangan
Untuk rasio keuangan hanya digunakan tingkat profitabilitas yang diperoleh dari membagi perolehan rata-rata laba sebelum pajak dengan rata-rata penjualan pertahun.
Selanjutnya dihitung pula Payback Period, dengan dasar akumulasi terhadap investasi yang ditanamkan dengan menggunakan tabel cashflow . Seperti contoh tabel di atas, maka Payback Period proyek pada tahun ke 3 (tiga), mengingat pada tahun ini nilai net cashflow sudah positif (Rp.500).
Untuk mendapatkan nilai payback period dalam satuan bulan dari contoh di atas adalah sebagai berikut:
- Hingga tahun kedua, nilai akumulasi menunjukan angka – Rp.3.500 (negatif), sedangkan pada tahun ketiga menunjukkan angka Rp.500 (positif). Sementara net cashflow pada tahun keempat sebesar Rp.4.000 (positif).
- Jadi payback period proyek adalah:
24 bulan + (3400/4000)x 12 bulan = 34.2 bulan.
2 komentar:
Mohon izin tulisan dengan judul "POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL BUAH CARICA DALAM SIRUP" untuk saya COPAS ke website saya www.caritanet.co.cc
Dengan harapan dapat membawa banyak manfaat buat sesama.
Terima kasih.
salam kenal Pak...
Pak saya mohon untuk bagi linknya ya...
buat tambah informasi di blog saya
www.td-informasi.blogspot.com
terima kasih ya pak atas infonya
Posting Komentar